Jumat, 11 November 2011

Tak Terikat


Hai....aku Grace, cewe usia 20 tahun. Aku ingin berbagi sepenggal kisah laluku setahun silam. Inilah kisah tentang kesetiaanku, tentang kesabaranku, penantianku, serta kepolosanku. Inilah sepenggal kisah hidupku, tepatnya kisah cintaku, dimana aku menemukan sebuah tempat bersandar, ya sandaran hati mungkin.
Empat tahun yang lalu aku mengikuti sebuah audisi pencarian bakat. Tahap demi tahap kulalui, hingga akhirnya aku lolos, dan yang lebih membanggakan aku bisa bertahan hingga Dua besar, dan menjadi Runner Up. Audisi ini memang ajang untuk penyanyi Solo alias Singel, tapi demi memenuhi selera pasar saat itu akhirnya produser memutuskan untuk membentuk sebuah Vokal Group, ya semua yang lolos empat besar menjadi anggotanya. Dari situ maka dibentuklah sebuah KWARTO dengan nama THE PHOENIX, yang terdiri dari Aku, Rubben, Teteh Kiki, dan Mazz Obbie. Album pertama kami laku keras, hingga akhirnya dalam waktu sebulan kami mendapatan Gold Platinum. Kami memang naik daun, tiap tahun berikutnya kami selalu mengeluarkan album, dan hasilnya jangan ditanya! Kami semakin sukses besar! Eits.. aku bukan mau cerita tentang kehidupanku di atas panggung hiburan tapi tentang kehidupanku di belakang panggung.
Wuish....angin terasa begitu sepoi, dan tanpa izin Ia sliwar – sliwer masuk ke kamarku lewat jendela yang sengaja ku buka. Sementara itu aku duduk di mulut jendela sambil memperhatikan taman rumahku. Rasanya sudah lama aku melupakannya, maklum aku benar – benar sibuk, hari ini saja aku baru pulang dari Tourku di sepuluh kota. Sebenarnya badanku capek... banget tapi mataku sulit sekali ku pejamkan. Dari pada susah merem lebih baik cuci mata gini di depan jendela kamarku sambil menunggu Lestari menyiapkan makanan untuk ku dan adikku Gebby. Oh ya aku lupa, di jakarta ini aku hanya tinggal bersama adikku Gebby, dia masih SMA.  Sementara itu Papa, Mama, dan Gissa, tinggal di kampung halamanku, dan Gerry satu- satunya adik laki – lakiku kuliah di Jogja. Rumah yang kutempati sekarang adalah rumah yang kubeli 3 bulan lalu dari hasil jerih payahku sendiri. Tadinya aku ingin memboyong keluargaku tinggal di Jakarta bersamaku, tapi mereka nggak mau karena susah ngurus suratnya, jadi hanya Gebby yang tinggal bersamaku.   
Sementara, ketika aku asyik menikmati sapoinya angin yang menerpa wajahku hingga membuat aku rasanya jadi pengin molor, sebuah suara yang sudah nggak asing lagi di kupingku, kedengaranya memanggil – manggilku untuk segera turun menuju keruang makan, yapp!! itu suara Lestari pembantuku. Tadinya sich namanya Lastri, tapi karena  kedengerannya " ngatro n ndeso "  jadi ku ubah namanya menjadi Lestari biar lebih "Ngotak".

~ " ~ " ~

Malam minggu nich! Kayaknya banyak banget yang lagi pada " Ngapel " . didepan halaman rumah Metha kelihatannya ada sebuah Grey Ferary yang lagi mau parkir, emmm siapa yach? Oh ternyata Bobby, tapi itu kayaknya bukan mobilnya Bobby dech! Eits Bobby dateng sama siapa tuch?
" Malem Yang...!! ko datengnya telat sih?" Sapa Metha yang sudah "ngadeg" nyambut cowoknya dateng.
" iya nich Yang, gara – gara Si Kapten tuh aku jadi telat!! Dia tuh kalo diajak keluar pasti susahhh banget!" Jawab Bobby sambil manyun – manyun nyalahin temennya, tapi yang jadi tersangka cuma cengar – cengir aja.
" Lagian kamu kenapa harus pake mobil Marlon segala !! Emangnya mobil kamu kemana siyh?" kata Metha membela Marlon.
" duh Met, mobil cowok kamu tuh nginep di bengkelll terus, ngakunya sih MEWWAH tapi sebulan bisa dua sampai tiga kali nginep di bengkel!" kata Marlon meledek Bobby.
" ko kamu gitu sih.. katanya friend ko buka kedok sih! Sebenernya kamu ikhlas ga sih nganterin aku?" Kata Bobby kesal.
" duh Bob...Bob gimana mau ga ikhlas orang aku dah nyampe sini, mau diapain lagi, lagi pula aku juga lagi nggak ada pekerjaan!" Jawab Marlon.
" Sejak kapan kamu ada pekerjaan malam minggu gini? Biasanya juga nggak ada kan! " ledek Metha
" Duh Bob ini bener – bener udah keterlaluan! Masa niat baikku di bales gini sih, tau gini aku nggak bakalan nganterin kamu kesini! " Sahut Marlon.
" Ada benernya juga sih, kenapa ga cari cewe baru aja ? Paling Martha juga sudah punya cowo baru, Cewe tuh banyak Man... ngapain harus terikat sama satu cewe aja, ditinggal pula! Naas tau nggak!" Kata Bobby menasehati.
" ko aku jadi dipojokin gini! Lagian siapa juga yang nunggu Martha!" kata Marlon.
Bobby dan Metha pun larut dalam percakapan mereka. Tapi Oups.... Marlon ngliatin apaan yah? Ohh ternyata Marlon lagi mandangi dua cewe yang lagi nangkring di mulut jendela kamar mereka. Ada sesuatu yang menarik perhatian Marlon, entah apa tapi sepertinya Marlon betah dengan hal itu. Sementara Marlon asyik mandangin cewe di mulut jendela, Metha dan Bobby nampak bingung dengan perilaku temen mereka itu. Merekapun mencari tahu apa yang membuat temen mereka jadi begini.
" Eh.. Lon...Lon... sadar donk kamu ngliatin apa sih, sampe segitunya?" kata Metha sambil menepuk – nepuk bahu Marlon.
" Ohhh kamu ngliatin mereka yah, itu tuh Yang, cewe – cewe yang ada di jendela, jangan – jangan temen ku lagi...." ledek Bobby tapi pembicaraanya terpotong oleh Marlon.
" Ehhh kamu jangan sembarangan ngomong yah, apa – apaan sih dari tadi diledek terus!" potong Marlon.
" oh... mereka, pasti kamu ngliatin kakaknya yang pake kaos biru kan? Kamu nggak tahu apa dia itu Grace anggota The Phoenix yang lagi naik daun itu lho...!" sambung Metha.
" Eh Yang, sejak kapan mereka jadi tetangga kamu ko aku baru liat yah ?" tanya Bobby pada Metha.
" Oh.... mereka tuh pindah sejak 3 bulan yang lalu, kalo kamu nggak pernah liat ya jelass lah...!orang Grace itu sibuk Banget terus jarang di rumah lagi!" jawab Metha.
" Tuhhh Lon ada untungnya juga kamu nganterin aku kesini, kamu kan bisa ngliat artis, pacarin aja dehhh! Coba dulu ah!" Ledek Bobby.
Marlon hanya cengar – cengir saja ketika teman – temannya meledeknya. Entah apa yang ada di benaknya tapi...Marlon merasa ada yang lain dihatinya. Ada rasa yang lama tidak Ia rasakan semenjak ditinggal pergi Martha, rasa itu kembali menghinggap di hatinya ketika melihat Grace.

~ " ~ " ~

Seminggu telah berlalu, tak terasa aku bertemu lagi dengan hari Minggu. Beruntung banget sudah dua minggu ini tiap hari minggu aku lagi ga ada jadwal buat Show, biasanya sih padet banget. Ku putuskan hari ini aku mau ngajak adikku Gebby jalan – jalan ke "Chitos" hitung – hitung refreshing juga.
Tiap ruko yang ada ku kunjungi, tanganku pun sudah berat mencangking belanjaan, akhirnya aku dan Gebby memutuskan untuk makan di restaurant yang ada di lantai bawah. Hahhh capek juga belanja begini! Ahh itu dia restaurant yang ku cari, akhirnya sampai juga. Wahh penuh juga yah, tapi kulihat masih ada satu meja yang kosong di pojok sana, kutempati saja ahhh! Kulambaikan tanganku pada seorang Waitres yang lagi nganggur, kemudian ku pesan semua yang dipanggil perutku dan adikku. Kami harus menunggu pesanan kami cukup lama sih, tapi nggak apalah!
Sementara kami menunggu pesanan kami datang, kudengar ada yang memanggilku, siapa yah? Kutengokan kepalaku ke arah suara itu, kulihat ada seorang gadis melambaikan tangannya kepadaku, ohhhh ternyata itu Metha, lalu ku balas dengan lambaian tanganku. Aku memang kenal sama dia, mungkin lebih tepatnya kami itu berteman,yaaa walupun baru tiga bulan. Metha adalah pemain basket wanita di sebuah Club basket di Jakarta, tidak seperti aku walau badanku tinggi semampai aku tidak bisa main basket sama sekali. Tak sadar ternyata Metha sudah ada dihadapanku, dia mengajakku untuk berkenalan dengan teman – temannya, terpaksa kuterima ajakannya itu walaupun aku agak malu dan risih dikenalkan dengan teman- temannya.
" hai temen – temen, lihat nih siapa yang ku bawa, Dia Grace tau kan? aku nggak pernah bohong sama kalian dia tuh tetangga baruku, ya kan Grace?" kata Metha yang kurasa berlebihan banget sih. Aku hanya manggut – manggut ketika Ia tanya, sambil pasang senyum termanisku.
" Oh ya Grace kenalin nih, mereka temen – temen di Club Basketku, mereka itu nggak percaya kalau kita bertemen, ini Bobby cowokku, itu Marlon, ini Angel ,itu Thessa, terus yang botak itu Tonny." Kata Metha. Lalu aku bersalaman dengan mereka satu per satu sambil memperkenalkan diri, padahal sih nggak perlu, pasti mereka sudah mengenalku, yaakan.....!
Dari mejaku Gebby tampak melambaikan tangannya kepadaku, seakan menyuruhku untuk segera kesana. Ohhh ternyata pesanan kami sudah datang, aku harus segera kembali, perutku benar – benar sudah lapar!
" eh Met, aku balik dulu yah pesananku dah dateng tuh, tinggal dulu yah, da... semua!" aku pun beranjak menuju mejaku. Gebby begitu lahap memakan pesanannya, mungkin ia lapar sekali sepertiku. Akupun duduk di kursiku, lalu dengan sigap melahap makanan yang kupesan, untung aku sudah berpesan pada Lestari bahwa kami mau makan di luar, jadi ia hanya masak untuknya saja.
Selesai meyantap makanan perutku sepertinya sudah begitu kenyang dan rasanya tak mungkin bila dijejali makanan lagi. Reflek, kusandarkan tubuhku di kursi sambil menarik nafas dalam – dalam. Huhhhh... ku arahkan pandanganku ke sebuah meja di depan sana, terlihat Metha dan teman – temannya. Mereka terlihat sedang berbincang – bincang, entah apa yang diperbincangkan mereka. Aku hanya tersenyum – senyum melihat mereka, ini mengingatkanku pada temen – temenku dulu waktu SMA. Tapi, Oups... ada sepasang mata yang begitu tajam menatap kearahku, milik siapakah mata elang itu? Kemudian tak bisa kuhindari lagi pandangan kamipun bertemu. Aku sempat terlarut sejenak dalam tatap matanya, tapi dengan sigap kualihkan pandanganku ke segelas es teh di depanku, kuraih dan kuteguk dengan tergesa – gesa. Siapa dia, ya pertanyaan itulah yang muncul dalam benakku saat itu. Aku tak menghiraukannya, langsung kuletakkan beberapa lembar uang, dan akupun pergi menuju ke parkiran. Kuluncurkan APV- ku di jalanan kota menuju rumahku.

~ " ~ " ~

Sebulan berlalu setelah kejadian itu. Aku sudah agak melupakan kejadian itu, tak pernah kuingat lagi. Bulan ini THE PHOENIX lagi break alias lagi cuti sampai tiga bulan untuk kegiatan manggung di luar kota, jadi aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk liburan di rumahku. Hitung – hitung menghemat uangku, jadi nggak seperti anggota THE PHOENIX yang lain, mereka liburan keluar negeri, kalau aku cukup shoping di Jakarta aja udah puas ko!
Suatu hari aku janjian sama tetangga baruku Metha, aku akan main ke rumahnya, yahh sambil silaturrahim lah! Selesai mandi aku langsung menuju ke rumahnya yang tidak jauh dari rumahku, jadi aku nggak usah pake mobil deh, cukup jalan kaki! Ku tekan bel yang ada di depan pintu rumahnya, kemudian munculah sesosok gadis yang tinggi semampai dari balik pintu dan mempersilahkan aku masuk. Tanpa basa – basi Metha membawaku ke kamarnya, risih juga sih masuk ke kamar orang lain, tapi kata Metha semua temen – temen cewenya selalu dibawa ke kamarnya kalau main ke rumah Metha. Aku sempet kaget melihat kamar cewe yang satu ini," bener – bener penggila basket!! " Kataku di dalam hati. Tapi semakin lama aku semakin terbiasa dengan keadaan kamarnya.
Tak terasa sudah empat jam aku berada di rumah Metha, saatnya aku pulang. Lalu Metha mengantarku pulang. Tapi ketika ia membuka pintu rumahnya, ada dua sosok Pria yang sedang berdiri di depan pintu. Pria yang memakai kaos hitam itu Bobby, cowok Metha aku melihat fotonya di pajang di kamar Metha, lalu siapa cowok yang memakai kaos Biru itu? Aku sepertinya pernah melihat cowok ini, tapi siapa? "Ah... mata ini! Aku sangat mengenal mata ini, ya.. ini kan..." tiba – tiba lamunanku terpecah oleh Metha.
" Eh..Grace, kenapa? kamu nggak lupa sama mereka kan? Mereka Bobby sama Marlon, masa kamu lupa sih!" tegur Metha kepadaku.
" Ohhh nggak pa – pa ko, iya aku inget mereka, temen kamu kan? ya udah aku pulang dulu yah, dah kelamaan nih main di rumah kamu, nggak enak sama tante, nitip salam aja yah!" jawabku.
" iya deh nanti aku sampein ke Mama, nggak usah dianter berani kannn?" kata Metha kepadaku. Aku hanya mengangguk, lalu pergi meninggalkan mereka menuju ke rumahku.
Sampai di rumah, aku langsung menuju ke kamarku. Kurebahkan tubuhku diatas ranjang biruku yang terasa begitu empuk, lalu kupejamkan mataku. Bayangan mata Elang yang tempo lalu kutemui, kembali terlintas di fikiranku. Sentak kubelalakan mataku. Ada apa sebenarnya? Aku ini kenapa? Ada apa dengan mata Elang itu? Kenapa selalu hilir mudik dalam fikiranku? Ahhh!!!!! Menyebalkan sekali harus dibayang – bayangi oleh mata Elang itu, tapi ternyata dia itu Marlon. 
Kokokan ayam jantan tetanggaku telah mengusirku dari mimpi dalam tidurku. Ahh...sudah pagi rupanya, aku langsung menuju ke kamar mandi lalu mencuci mukaku yang terlihat kusut ini karena semalaman tak bisa tidur memikirkan Sepasang Mata Elang. Setelah segar dibelai dinginnya air, aku menuju ke meja makan untuk sarapan. Ketika tengah menikmati nasi goreng buatan Lestari, Lestari memberitahuku bahwa persediaan bahan – bahan di kulkas sudah habis. Kalau diingat memang sudah dua minggu aku nggak belanja kebutuhan sehari – hariku, terpaksa deh hari ini aku harus membelinya. OK-lahh sambil jalan – jalan.
Mall yang siang itu terlihat begitu ramai membuatku agak penat, dengan tenagaku kudorong troley yang sudah penuh dengan belanjaanku. " Berat banget sihh, capek lagi huhhh!" kataku mengumpat dalam hati. Ketika melewati jejeran jajanan tak sengaja troleyku menabrak seseorang.
" Ehhh maaf...maaf, aku nggak sengaja maaf yah?" kataku sambil memunguti barang – barangnya yang terjatuh karena tertabrak olehku.
" ohh nggak pa – pa ko, emm kamu.... Grace kan? temennya Metha? Bener nggak sih?" tanyanya kepadaku. Ku arahkan wajahku kepadanya. "Ohhh my GOD!!! Si mata Elang, eh Marlon!" kataku dalam hati.
" ohh kamu.... Marlon kan? Temennya Metha juga kan? Ko ada disini, lagi ngapain?" Tanyaku sambil basa – basi.
" Ya yang kayak kamu liat, aku lagi...ya ginilah, oh ya Metha juga di sini ko, itu dia, heyy Met..Met!" jawabnya sambil memanggil Metha.
Metha memandang ke arah kami lalu berjalan menghampiri kami. Disusul Bobby yang mengekor di belakangnya sambil mendorong sebuah troley yang penuh dengan belanjaan Metha. Sepertinya memang belanjaanya Metha, karena isi troley itu hampir semuanya kebutuhan Wanita, nggak mungkin banget kan kalau itu belanjaanya Bobby?
" hai Grace!! Kamu lagi belanja juga, sama donk! Ko bisa yahh?kebetulan banget nih!! Kok sendirian, Gebby mana?" tanya Metha.
" iya nih lagi belanja, kalau Gebby lagi Les, dia kan mau ujian jadi nggak pa - palah aku yang belanja sendirian, kasian dia lagi sibuk! Lagian aku juga udah selesai ko, ini mau ke kasir!" jawabku sambil menunjukan belanjaanku.
" aku juga udah selesai, bareng yukkk?" ajaknya. Aku hanya manggut – manggut. Kemudian Metha mulai berjalan menuju kasir diikuti oleh ekornya. Oups.., Bobby maksudku, lalu Marlon pun menyusul dibelakang Bobby. Di belakang Marlon aku dengan susah payah mendorong Troleyku yang begitu berat. Langkahku tertinggal karena troleyku ini, tapi tiba – tiba aku menabrak sesuatu. Ahhh ternyata  menabrak Marlon lagi! kenapa dia berhenti? Tanpa banyak bicara ia menuju ke arahku dan menyodorkan keranjang biru yang berisi belanjaanya yang ya... sedikit lah. Aku tak tahu apa maksudnya, tapi aku menerimanya begitu saja. Kemudian Marlon kembali berjalan dengan mendorong troleyku yang super berat itu sampai di kasir. Aku agak heran melihatnya, lalu akupun menyusulnya.
" ahh capek juga yah belanja gini! Untung ada kamu Yang, aku nggak tahu gimana jadinya kalau nggak ada kamu?" kata Metha kapada Bobby. Sementara itu Bobby dan Marlon yang berjalan dibelakang kami, sambil membawakan belanjaan kami hanya  senyam – senyum kesal.
" oh.. berat yah Lon? sini biar ku bawa sendiri! Lagian aku mau naruh belanjaanku dulu di mobil, kalian mau pada makan kan?" tanyaku pada Si Mata Elang.
" ehh.. nggak pa – pa ko, tanggung biar kubawakan sampai ke mobil kamu!" jawabnya. Aku jadi nggak enak sama Marlon. Tapi mau diapain lagi. Sementara Metha dan Bobby menuju ke Restaurant, aku dan Marlon menuju ke mobilku di parkiran. Dalam perjalanan tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut kami. Dia memang Pria yang begitu dingin, tapi baik banget. Setelah menaruh belanjaan di mobilku, kamipun menyusul Bobby dan Metha.
Selesai makan, tiba – tiba Metha meminta Bobby mengantarnya kembali ke sebuah toko untuk membeli lotion. Bobby tak bisa menolak keinginan ceweknya itu, jadi aku dan Marlon kembali berdua. Kali ini Marlon agak Friendship jadi suasana antara kami berdua nggak kaku lagi. Kami pun mengobrol tentang banyak hal hingga akhirnya kami bertukar nomor Hp.
Waktu terasa begitu cepat berlalu saat itu. Akhirnya mau nggak mau salam perpisahan harus terucap. Kamipun pulang menuju ke rumah kami masing- masing. APV-ku juga melaju kencang di tengah jalanan Ibu Kota yang nampak ramai sore itu. Tetttttt ponselku berbunyi, ada seseorang yang sedang menghubungiku di seberang sana, ketika kuangkat ehhh malah dimatikan. Waktu kucek ternyata nomor Marlon. " usil juga yahh!" kataku dalam hati sambil tersenyum.
                                                      ~ " ~ " ~
Seminggu berlalu, aku dan Marlon sudah begitu akrab. Dia sering menghubungiku, entah apa nanti yang akan dibicarakan, atau sekedar basa – basi saja. Begitu juga aku, aku sering banget misscall nomornya, he...he...he usil banget yah aku ini. Sekarang dia seperti kakakku saja, umur kami memang beda 4 tahun jadi dimataku Marlon begitu dewasa. Entah bagaimana aku ini di matanya, katanya sih aku ini terkadang dalam beberapa hal kaya anak keci, tapi dalam hal lain aku seperti sudah dewasa. Yaa saat itu umurku memang baru 19 tahun, jadi kadang - kadang masih terbawa sifat anak SMA. Aku nggak ambil pusing dengan hal itu.
Suatu ketika, aku sedang menunggu giliran THE PHOENIX naik panggung. Para anggota THE PHOENIX sedang duduk di belakang panggung, tiba – tiba ponselku berbunyi. Aku berjalan menuju meja untuk mengangkat telfon. Kulihat,   ternyata Marlon," mengapa dia menelfonku? Ada apa?" itulah pertanyaan yang muncul di hatiku. Lalu kuangkat panggilan itu.  Oh my God...!! dia mengajakku pergi minggu ini. Kupikir – pikir minggu ini aku juga nggak ada jadwal manggung, akhirnya kuterima tawarannya itu, aku juga senang bisa jalan sama dia.
Pagi itu ku dengar ada suara mobil di depan rumahku, aku sudah tiak asing lagi dengan suara mobil ini. Yaa...Grey Ferary milik Marlon, ia sudah sering main ke rumahku. Aku langsung membuka pintu rumahku, lalu kupasang senyum termanisku untuk Si Mata Elang, iapun membalas senyumku dengan senyum dinginnya itu. Aku langsung membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam Grey Ferary miliknya. Tak lama kemudian, kami pun meluncur di padatnya jalanan Jakarta.
Ia memarkirkan mobilnya di depan sebuah restaurant mewah. Aku sangat tegang saat itu, entah apa yang ada di hatiku tapi aku merasakan sebuah gejolak yang hinggap di hatiku ketika bersama Marlon. Mungkin cinta, ya aku mengakuinya itulah yang aku rasakan setelah mengenal Marlon. Akupun merasakan bahwa Marlon juga menyimpan perasaan yang sama kepadaku. Bukannya aku GR, tapi itulah yang terjadi diantara kami. Aku sudah sering jalan sama Marlon tapi dia belum juga menyatakan perasaannya kepadaku, tapi tenang saja...,suatu hari aku yakin akan ada kepastian diantara kami.
Seharian aku jalan – jalan dengannya, aku sudah mulai mengenalnya, sifatnya, dan keluarganya. Hal yang terakhir inilah yang membuat aku minder, dia berasal dari keluarga kalangan atas. Ayahnya seorang pengusaha yang cukup terkenal di kalangannya, apalagi ibunya, ia seorang pengusaha salon yang sudah membuka berbagai cabang di Indonesia. Berbeda dengan kelurgaku yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Ketika mampir di sebuah pusat perbelanjaan, kami sempat di kejar – kejar oleh wartawan infotaiment, aku sih sudah terbiasa dengan hal itu, tapi nggak dengan Marlon. Ia begitu Paranoid melihat kamera wartawan, ia menggandeng tanganku lalu membawaku keluar menuju ke mobilnya. Huhhh!!!!! capek juga lari – lari dari kejaran wartawan. Karena hari mulai senja Marlon pun mengantarku pulang, hingga akhirnya kamipun berpisah.
Sejak kejadian itu media banyak yang memperbincangkan kami. Aku mulai risih dengan gosip yang mereka buat. Aku dibilang sebagai cewek komersil yang mendekati pebasket nasional yang kaya raya. Huhhhh mereka pikir aku ini apa!!! Sejak itu aku mulai nggak enak sama Marlon, padahal dia sih nggak ambil pusing dengan hal itu. Dia tahu aku deket sama dia sebelum aku mengenal latar belakang keluarganya, jadi aku nggak mungkin serendah itu di matanya. Aku agak tenang dengan kepercayaanya itu.
Suatu ketika, aku dan Marlon sedang makan di sebuah restaurant. Ada seorang wanita yang seumuran dengannya berjalan menghampiri kami, lalu menyapa kami. Marlon sempat terdiam sejenak melihat sosok wanita yang menghampiri kami, Marlon tak asing lagi dengan wanita itu, lalu memperkenalkannya kepadaku,
" oh iya Grace kenalin, ini Martha temen seangkatanku di club basket, Martha ini Grace." Katanya memperkenalkan kami.
" ohh ini yang namanya Grace ceweknya Marlon kan?" kata Martha sambil mengulurkan tangannya. Aku menyambut uluran tangannya, sambil tersenyum bingung mendengar pertanyaan Martha, begitu juga dengan Marlon. Bagaimana tidak, kami memang belum jadian. Aku dan Martha mulai akrab, sama seperti Marlon, Martha juga kelihatan begitu dewasa di mataku, tidak seperti aku yang masih kaya anak SMA. Sejak Martha datang Marlon lebih banyak diam, entah mengapa aku tak tahu. Marlon hanya sesekali menanggapi pembicaraan kami dengan senyum dinginnya itu.
Setelah kejadian itu, akupun langsung menemui Metha. Aku menceritakan kejadian itu kepadanya. Akupun tak tau mengapa aku menceritakan hal ini kepada Metha.
" hahhh!!! Martha balik, kamu beneran kan nggak bohong? " kata Metha mendengar ceritaku, ia memang terlihat terkejut, akupun bingung dengan reaksinya.
" iya kok, aku nggak bohong. Kamu kok terkejut gitu sih? Emangnya Martha itu siapa?" tanyaku penuh penasaran.
Metha menceritakan semua hal tentang Martha. Dari sinilah aku menjadi tahu siapa sebenarnya Martha. Aku juga agak terkejut mendengar cerita Metha tentang asal – usul Martha. Ya, Martha adalah mantan pacar Marlon, mereka putus karena Martha memutuskan untuk mengikuti pelatihan basket di Thailand. Mungkinkah Marlon masih menyimpan cintanya untuk Martha, kekasih yang pergi meninggalkannya itu. Jujur saja aku memang agak cemburu mendengarnya, tapi aku mencoba untuk percaya kepada perasaanku. Aku kagum banget sama Martha, dia bisa mengubah Marlon yang dulu suka bergonta – ganti pacar, menjadi seorang Marlon yang begitu setia. Aku agak bimbang, apakah aku ini orang yang bisa menggantikan Martha dihati Marlon?
Seminggu sudah setelah kejadian itu aku agak canggung ketika bersama Marlon. Entah mengapa rasanya ada yang aneh kalau yang berada di sisinya adalah aku. Di tambah lagi aku semakin sadar bahwa selama ini Marlon sering keliru memanggilku dengan sebutan "Tha", awalnya aku tak menghiraukan hal itu tapi setelah tahu yang dimaksud dengan "Tha" itu Martha aku jadi merasa salah tempat.

~ " ~ " ~

Suatu malam, Marlon memintaku menjadi pasangannya di pesta yang diadakan Club basketnya untuk menyambut kedatangan Timnya yang baru datang dari pelatihan di Thailand selama setahun. Entah mengapa aku tak bisa menolak permintaan Marlon. Dengan memakai gaun berwarna Gold Blue aku mendampinginya di pesta itu. Marlon kelihatan begitu bahagia ketika bertemu teman – teman lamanya. Sementara aku, aku begitu canggung dengan lingkungan ini. Aku seperti orang bodoh di tempat ini, semua orang membicarakan soal Basket, padahal aku benci benget sama yang namanya Basket. Aku nggak membenci olah raga, beberapa cabang olah raga aku kuasai, tapi untuk yang satu ini jangan ditanya. Sejak SMP aku selalu remidi untuk cabang yang satu ini. Rasanya membosankan sekali berada disini. Kulihat orang – orang di sekelilingku begitu sibuk. Metha nampak asyik ngobrol dengan angkatan tahun lalu, kalau Marlon aku tak tahu ia dimana, mungkin sedang menemui teman – temannya.
Aku berjalan melewati orang – orang yang asing bagiku. Kulihat wajah mereka satu per satu, tapi tak ada sosok wajah yang kucari. Kemudian aku keluar dari ruangan yang ramai itu. Ketika baru sampai di mulut pintu ada sesuatu yang membuat langkahku terhenti, membuat kupingku panas, membuat hatiku jengkel, dan membuat mataku ini ingin mengalirkan anak sungai meski akhirnya ku tahan saja.
" oh... jadi sekarang Grace yang jadi pengganti Martha?" ledek salah seorang teman Marlon di luar sana, tapi seperti biasa Marlon hanya menampakan senyum dinginya.
" kamu nggak salah pilih tuh, dia kan publik figur! Biasanya kalangan mereka itu matre – matre Man!!!" tambah seorang lagi, tapi tanpa membelaku Marlon hanya diam mendengar ejekan temannya itu.
" kalau dibandingin sama kamu Tha, dia tu beda jauh deh! Dia tu lebih mirip sama anak SMA, kalau kamu coba dewasa banget kan? Satu kalangan lagi....." kata salah seorang dari mereka yang tak aku kenal, belum selesai mereka merendahkanku, aku kembali masuk ke ruang pesta, dan menelfon Gebby untuk segera menjemputku. Beberapa saat kemudian Gebby datang menjemputku, tanpa pamit akupun pergi dari tempat yang memuakan itu.
Keesokan harinya ada satu pesan di HP-ku, ketika ku buka ternyata itu dari Marlon. Aku jadi lebih marah ketika membaca pesan darinya. Katanya ia sedang menungguku bersama teman – temannya di restaurant biasa. Entah aku ini kurang kapok atas perlakuan teman – teman Marlon atau kurang apa aku tetap menemuinya.
Sampai disana Marlon sudah menyadiakan sebuah bangku kosong untukku, aku benar – benar tersanjung, plus tegang... banget. Aku rasa Marlon berbeda dari biasanya, sampai aku berfikir kalau dia akan menyatakan perasaanya kepadaku. Setiap detik, setiap kesempatan aku menanti waktu yang kutunggu itu. Tapi tak kunjung datang juga. Aku malah dibuat terkejut dan kesal saat Martha dan teman – temannya menawarkan Marlon untuk Latihan di Thailand. Marlon memandang ke arahku sejenak lalu berkata.
" yaa boleh juga!!! Tapi fikir – fikir dulu yah, soalnya prosedurnya rumit banget kan?" itulah sepenggal kata yang terucap darinya.
Waktu terus berlalu, hingga akhirnya kami harus berpisah. Marlon mengantarku pulang. Dalam perjalanan tak sepatah katapun yang terucap dariku, aku hanya memandang jalanan yang agak sepi sore itu. Mungkin Marlon merasa aneh dengan sikapku itu.
" Grace kamu kenapa sih, kok dari tadi diem aja? Ada masalah atau lagi BT? Kenapa sih?" tanyanya kepadaku.
" lagi dua – duanya kenapa ?" jawabku dengan nada agak membentak karena sudah terlalu lama aku bersabar.
" kok marah – marah sih, jangan bentak – bentak gitu donk kaya anak kecil aja!!" bentaknya kepadaku. Mendengar perkataanya yang begitu kasar akupun tak mau kalah.
" emang salah yah kalau kaya anak kecil, aku memang kaya anak kecil terus kamu mau apa?" tambahku dengan nada yang lebih kasar.
" iya!! Salah banget, kamu itu harusnya bisa lebih dewasa lagi!! Kalau ada masalah cerita aja, nggak usah marah – marah kaya gini!!!"kata Marlon.
" kalaupun aku cerita sama kamu, kamu nggak bakalan bisa bantu tau nggak sih!!
" gimana bisa bantu kalau kamu marah – marah terus kaya gini, kenapa sih kamu kaya anak SMA aja!!"
" apa anak SMA!!! Kamu tuhh.." kata – kataku terhenti, aku benar – benar sudah tak tahan lagi, ini mengingatkanku pada perkataan temannya. Susana diantara kami begitu panas saat itu hingga akhirnya sampai juga di rumahku, aku langsung turun dari mobil lalu bergegas masuk ke dalam rumah tanpa mamperdulikan Marlon.
~ " ~ " ~
Malam itu aku termenung sendiri memikirkan nasib hubunganku dengan Marlon. Entah akan bagaimana keadaanya setelah kejadian tadi siang. Aku sengaja mematikan HP-ku, untuk saat ini aku hanya ingin sendiri dulu. Aku juga sudah berpesan kepada Lestari dan Gebby, apabila ada orang yang menelfon atau menemuiku, bilang saja kalau aku lagi show di luar kota, lagi manggung, atau apalah.
Gebby sempat mengatakan bahwa Marlon sudah berkali – kali menelfonku, lalu Methapun tak mau kalah, ia juga sudah berkali – kali mampir ke rumahku. Aku juga sebenarnya nggak mau terus – terusan menghindar dari mereka, tapi aku butuh waktu untuk nenangin hatiku ini.
Empat hari kemudian HP kuaktifkan lagi, ada tiga pesan diterima, sewaktu kubuka semuanya dari Marlon. Semuanya berisi permohonan maaf darinya. Aku agak kasihan dengannya, tapi tetap saja aku belum siap untuk itu.
Rasanya bosan juga berada di rumah seharian seperti ini, sepertinya aku harus jalan – jalan nih. Ku putuskan untuk jalan – jalan ke Mall. Secepat kilat aku meluncurkan mobilku ke jalanan. Huhhh kangen juga sama suasana kota, kayaknya aku udah terlalu lama bersembunyi di kesunyian. Sampai di mall, aku bingung mau ngapain dan mau kemana. Kupasrahkan saja kamana kakiku akan membawaku berjalan.
Ketika aku tengah melihat etalase sebuah toko yang begitu indah, tiba – tiba ada seorang pria berperawakan tinggi memegang tanganku dan membawaku ke sebuah tempat yang agak sepi. Ohhh tidak!! Ternyata dia Marlon, mau apa dia kesini? Jantungku berdebar kencang sekali saat itu.
" Grace aku udah bener – bener bersabar untuk masalah kita ini!! Tapi kamu malah terus – terusan menghindar kaya gini! Aku kan udah minta maaf, kamu mau aku ngapain lagi sih ?" tanyanya kepadaku.
" Marlon!!kamu ini apa –apaan sih, ini tempat umum, sadar nggak sih!! Orang – orang bakal memperhatiin kita, kamu nggak malu apa?" jawabku.
" OK!! Aku memang salah, tapi ini satu – satunya kesempatan aku buat ngomong sama kamu, aku udah nyoba ngomong baik – baik sama kamu tapi nggak ada tanggapan kan?"
" terus mau kamu apa, Hehh! Kamu pikir kamu itu siapa, kakak bukan, cowok bukan, kamu malah seenaknya bentak – bentak aku!" kataku membentaknya.
" jadi gini, terus maksud kamu deket sama aku apa? Jadi seorang Grace kaya gini, jangan – jangan apa yang dikatain orang – orang tentang kamu bener yah? Aku nggak nyangka kalau....!!" perkatanya terputus oleh ucapanku.
" apa? kamu mau ngomong kalau aku ini cewek matre. Ternyata kamu sama aja kaya mereka, kaya temen – temen kamu yang nggak punya sopan satun itu, mereka nggak bisa jaga omongan mereka!!" bentakku.
" hey!! kamu memang artis besar tapi jangan fikir kalau kamu bisa menghina temen – temen aku, mereka itu nggak kaya kamu tau nggak!!"
" yaa aku emang beda sama mereka, aku memang beda sama Martha mantan cewek kamu itu, aku memang dari kalangan miskin nggak kaya mereka atau kamu! Aku memang kaya anak SMA, aku memang nggak ngerti apa – apa tentang basket nggak kaya kamu dan temen – temen kamu, aku sama kamu memang udah beda sejak awal jadi lebih baik kamu pergi aja deh, nggak usah deket – deket aku lagi, cukup sampai disini aja!! kamu nggak takut apa sama yang dikatakan temen kamu kalau aku bakal meres harta kamu!!"
Marlon hanya terdiam mendengar ucapanku itu, mungkin dia kaget mengapa aku bisa tahu kalau Martha adalah mantan ceweknya. Apalagi aku sampai tahu kalau teman – temannya tidak senang dengan hubungan kami.
" kenapa? Kamu kaget aku bisa tahu semuanya!! Kamu pikir aku ini anak kecil yang nggak tahu apa – apa! Aku memang kayak anak kecil, nggak kaya Martha yang dewasa banget, aku nggak bisa kaya dia jadi mendingan kamu balik aja sama dia!!"
Sehabis aku mengatakan itu aku langsung pergi meninggalkannya sendiri. Aku bener – bener emosi saat itu, ditambah dengan perkataanya kepadaku itu, aku nggak terima kalau dikatain cewek matre. Aku memang berasal dari keluarga kalangan menengah, tapi aku nggak serendah itu!!

~ " ~ " ~

Aku bener – bener terpukul dengan kejadian itu. Gara – gara kejadian itu perfomance- ku jadi berantakan di atas panggung. Aku nggak tau akan jadi bagaimana hubungan kami nanti. Sejak kejadian itu aku belum pernah berhubungan dengan Marlon. Ia sudah tak pernah menelfonku lagi, tak pernah main kerumah lagi.
Suatu hari aku memutuskan untuk mencari kabar Marlon dari Metha, jadi siang itu aku pergi ke rumahnya. Sampai disana kulihat ada beberapa koper ukuran besar terjejer di depan rumahnya, aku bertanya – tanya dalam hati " siapa yang akan pergi?". Baru beberapa melangkahkan kaki, aku melihat Metha yang nampak rapi dan cantik keluar bersama kaluarganya. Metha nampak berpamitan dengan mereka seolah – olah ia akan pergi jauh untuk waktu yang lama.
" ehh Grace, kamu udah dari tadi disini yah? Kok kamu nggak ke bandara buat ngantar Marlon, kita kan mau ke Thailand hari ini, Marlon udah ceritakan sama kamu kalau kami mau latihan disana selama setahun!!"katanya. Aku ingin pingsan sekali saat itu, tubuhku terasa lemas sekali mendengar mereka akan pergi. Tapi meski begitu aku masih berusaha tegar dihadapanya.
" ohh iya, aku kesini juga mau minta maaf sama kamu, kalau aku nggak bisa ngantar kamu soalnya aku ada show di Bali hari ini, maaf yah?" kataku mencari alasan.
" ya udah lah nggak apa, aku pikiir Marlon nggak bakal ikut, tapi nggak tau kenapa tiba – tiba ia jadi ikut, makasih ya Grace kamu udah membujuk dia buat mansukseskan tim basket kita!" katanya. Aku kaget mendengar hal itu, ternyata Marlon belum menceritakan kejadian siang itu kepada Metha. Dengan hati yang begitu sakit, aku kembali ke rumahku.
Malam ini terasa begitu sepi, entah mengapa aku merasa begini. Aku merasa akulah orang yang paling kesepian di tengah kota yang ramai ini. Marlon kamu udah sampai belum? Jujur aku rindu banget sama dia, apakah dia juga merindukanku. Ahh pasti nggak, udah ada Martha di sisinya, dia nggak bakalan inget sama aku. Nasibku menyedihkan sekali. Marlon tiba – tiba datang mengisi hariku, menghias setiap detik kehidupanku, tapi ia juga pergi meninggalkan aku sendirian begitu saja bersama mimpi yang nggak mungkin tergapai.
Inilah kehidupan, pasang surutnya tak bisa ditebak. Mungkin inilah yang terbaik untukku dan Marlon. Sejak awal kami memang berbeda, jadi aku tak perlu menyalahkan perbedaan ini. Marlon telah pergi mengejar mimpinya. Sedang aku, aku juga akan mengejar mimpiku sendiri. Mimpi yang telah lama aku inginkan, aku tak boleh terus terpuruk dalam kesedihan yang tak berujung ini, aku harus segera bangkit. Bukankah itu yang dilakukan Marlon, aku tak mau kalah dengannya. Aku tak tau apa yang akan terjadi nanti, cinta kami memang tak terikat oleh status pacaran, tak terikat jarak, tak terikat tempat, ataupun waktu, yang pasti cinta ini tetap terkenang dalam hatiku. Apakah aku akan bertemu dengannya lagi? Entahlah, saat ini aku akan terus bertahan, mengejar mimpiku, dan membahagiakan keluargaku. Aku tak pernah tahu, perbedaan inilah yang memisahkan aku dengannya. Aku tak akan menyesali apa yang terjadi ini, kini THE PHOENIX mulai sibuk lagi. Thanks Marlon, kamu bener – bener memberi kenangan indah 3 bulan ini, aku nggak akan melupakannya.

Hai....aku Grace, cewe usia 20 tahun. Aku ingin berbagi sepenggal kisah laluku setahun silam. Inilah kisah tentang kesetiaanku, tentang kesabaranku, penantianku, serta kepolosanku. Inilah sepenggal kisah hidupku, tepatnya kisah cintaku, dimana aku menemukan sebuah tempat bersandar, ya sandaran hati mungkin.
Empat tahun yang lalu aku mengikuti sebuah audisi pencarian bakat. Tahap demi tahap kulalui, hingga akhirnya aku lolos, dan yang lebih membanggakan aku bisa bertahan hingga Dua besar, dan menjadi Runner Up. Audisi ini memang ajang untuk penyanyi Solo alias Singel, tapi demi memenuhi selera pasar saat itu akhirnya produser memutuskan untuk membentuk sebuah Vokal Group, ya semua yang lolos empat besar menjadi anggotanya. Dari situ maka dibentuklah sebuah KWARTO dengan nama THE PHOENIX, yang terdiri dari Aku, Rubben, Teteh Kiki, dan Mazz Obbie. Album pertama kami laku keras, hingga akhirnya dalam waktu sebulan kami mendapatan Gold Platinum. Kami memang naik daun, tiap tahun berikutnya kami selalu mengeluarkan album, dan hasilnya jangan ditanya! Kami semakin sukses besar! Eits.. aku bukan mau cerita tentang kehidupanku di atas panggung hiburan tapi tentang kehidupanku di belakang panggung.
Wuish....angin terasa begitu sepoi, dan tanpa izin Ia sliwar – sliwer masuk ke kamarku lewat jendela yang sengaja ku buka. Sementara itu aku duduk di mulut jendela sambil memperhatikan taman rumahku. Rasanya sudah lama aku melupakannya, maklum aku benar – benar sibuk, hari ini saja aku baru pulang dari Tourku di sepuluh kota. Sebenarnya badanku capek... banget tapi mataku sulit sekali ku pejamkan. Dari pada susah merem lebih baik cuci mata gini di depan jendela kamarku sambil menunggu Lestari menyiapkan makanan untuk ku dan adikku Gebby. Oh ya aku lupa, di jakarta ini aku hanya tinggal bersama adikku Gebby, dia masih SMA.  Sementara itu Papa, Mama, dan Gissa, tinggal di kampung halamanku, dan Gerry satu- satunya adik laki – lakiku kuliah di Jogja. Rumah yang kutempati sekarang adalah rumah yang kubeli 3 bulan lalu dari hasil jerih payahku sendiri. Tadinya aku ingin memboyong keluargaku tinggal di Jakarta bersamaku, tapi mereka nggak mau karena susah ngurus suratnya, jadi hanya Gebby yang tinggal bersamaku.   
Sementara, ketika aku asyik menikmati sapoinya angin yang menerpa wajahku hingga membuat aku rasanya jadi pengin molor, sebuah suara yang sudah nggak asing lagi di kupingku, kedengaranya memanggil – manggilku untuk segera turun menuju keruang makan, yapp!! itu suara Lestari pembantuku. Tadinya sich namanya Lastri, tapi karena  kedengerannya " ngatro n ndeso "  jadi ku ubah namanya menjadi Lestari biar lebih "Ngotak".

~ " ~ " ~

Malam minggu nich! Kayaknya banyak banget yang lagi pada " Ngapel " . didepan halaman rumah Metha kelihatannya ada sebuah Grey Ferary yang lagi mau parkir, emmm siapa yach? Oh ternyata Bobby, tapi itu kayaknya bukan mobilnya Bobby dech! Eits Bobby dateng sama siapa tuch?
" Malem Yang...!! ko datengnya telat sih?" Sapa Metha yang sudah "ngadeg" nyambut cowoknya dateng.
" iya nich Yang, gara – gara Si Kapten tuh aku jadi telat!! Dia tuh kalo diajak keluar pasti susahhh banget!" Jawab Bobby sambil manyun – manyun nyalahin temennya, tapi yang jadi tersangka cuma cengar – cengir aja.
" Lagian kamu kenapa harus pake mobil Marlon segala !! Emangnya mobil kamu kemana siyh?" kata Metha membela Marlon.
" duh Met, mobil cowok kamu tuh nginep di bengkelll terus, ngakunya sih MEWWAH tapi sebulan bisa dua sampai tiga kali nginep di bengkel!" kata Marlon meledek Bobby.
" ko kamu gitu sih.. katanya friend ko buka kedok sih! Sebenernya kamu ikhlas ga sih nganterin aku?" Kata Bobby kesal.
" duh Bob...Bob gimana mau ga ikhlas orang aku dah nyampe sini, mau diapain lagi, lagi pula aku juga lagi nggak ada pekerjaan!" Jawab Marlon.
" Sejak kapan kamu ada pekerjaan malam minggu gini? Biasanya juga nggak ada kan! " ledek Metha
" Duh Bob ini bener – bener udah keterlaluan! Masa niat baikku di bales gini sih, tau gini aku nggak bakalan nganterin kamu kesini! " Sahut Marlon.
" Ada benernya juga sih, kenapa ga cari cewe baru aja ? Paling Martha juga sudah punya cowo baru, Cewe tuh banyak Man... ngapain harus terikat sama satu cewe aja, ditinggal pula! Naas tau nggak!" Kata Bobby menasehati.
" ko aku jadi dipojokin gini! Lagian siapa juga yang nunggu Martha!" kata Marlon.
Bobby dan Metha pun larut dalam percakapan mereka. Tapi Oups.... Marlon ngliatin apaan yah? Ohh ternyata Marlon lagi mandangi dua cewe yang lagi nangkring di mulut jendela kamar mereka. Ada sesuatu yang menarik perhatian Marlon, entah apa tapi sepertinya Marlon betah dengan hal itu. Sementara Marlon asyik mandangin cewe di mulut jendela, Metha dan Bobby nampak bingung dengan perilaku temen mereka itu. Merekapun mencari tahu apa yang membuat temen mereka jadi begini.
" Eh.. Lon...Lon... sadar donk kamu ngliatin apa sih, sampe segitunya?" kata Metha sambil menepuk – nepuk bahu Marlon.
" Ohhh kamu ngliatin mereka yah, itu tuh Yang, cewe – cewe yang ada di jendela, jangan – jangan temen ku lagi...." ledek Bobby tapi pembicaraanya terpotong oleh Marlon.
" Ehhh kamu jangan sembarangan ngomong yah, apa – apaan sih dari tadi diledek terus!" potong Marlon.
" oh... mereka, pasti kamu ngliatin kakaknya yang pake kaos biru kan? Kamu nggak tahu apa dia itu Grace anggota The Phoenix yang lagi naik daun itu lho...!" sambung Metha.
" Eh Yang, sejak kapan mereka jadi tetangga kamu ko aku baru liat yah ?" tanya Bobby pada Metha.
" Oh.... mereka tuh pindah sejak 3 bulan yang lalu, kalo kamu nggak pernah liat ya jelass lah...!orang Grace itu sibuk Banget terus jarang di rumah lagi!" jawab Metha.
" Tuhhh Lon ada untungnya juga kamu nganterin aku kesini, kamu kan bisa ngliat artis, pacarin aja dehhh! Coba dulu ah!" Ledek Bobby.
Marlon hanya cengar – cengir saja ketika teman – temannya meledeknya. Entah apa yang ada di benaknya tapi...Marlon merasa ada yang lain dihatinya. Ada rasa yang lama tidak Ia rasakan semenjak ditinggal pergi Martha, rasa itu kembali menghinggap di hatinya ketika melihat Grace.

~ " ~ " ~

Seminggu telah berlalu, tak terasa aku bertemu lagi dengan hari Minggu. Beruntung banget sudah dua minggu ini tiap hari minggu aku lagi ga ada jadwal buat Show, biasanya sih padet banget. Ku putuskan hari ini aku mau ngajak adikku Gebby jalan – jalan ke "Chitos" hitung – hitung refreshing juga.
Tiap ruko yang ada ku kunjungi, tanganku pun sudah berat mencangking belanjaan, akhirnya aku dan Gebby memutuskan untuk makan di restaurant yang ada di lantai bawah. Hahhh capek juga belanja begini! Ahh itu dia restaurant yang ku cari, akhirnya sampai juga. Wahh penuh juga yah, tapi kulihat masih ada satu meja yang kosong di pojok sana, kutempati saja ahhh! Kulambaikan tanganku pada seorang Waitres yang lagi nganggur, kemudian ku pesan semua yang dipanggil perutku dan adikku. Kami harus menunggu pesanan kami cukup lama sih, tapi nggak apalah!
Sementara kami menunggu pesanan kami datang, kudengar ada yang memanggilku, siapa yah? Kutengokan kepalaku ke arah suara itu, kulihat ada seorang gadis melambaikan tangannya kepadaku, ohhhh ternyata itu Metha, lalu ku balas dengan lambaian tanganku. Aku memang kenal sama dia, mungkin lebih tepatnya kami itu berteman,yaaa walupun baru tiga bulan. Metha adalah pemain basket wanita di sebuah Club basket di Jakarta, tidak seperti aku walau badanku tinggi semampai aku tidak bisa main basket sama sekali. Tak sadar ternyata Metha sudah ada dihadapanku, dia mengajakku untuk berkenalan dengan teman – temannya, terpaksa kuterima ajakannya itu walaupun aku agak malu dan risih dikenalkan dengan teman- temannya.
" hai temen – temen, lihat nih siapa yang ku bawa, Dia Grace tau kan? aku nggak pernah bohong sama kalian dia tuh tetangga baruku, ya kan Grace?" kata Metha yang kurasa berlebihan banget sih. Aku hanya manggut – manggut ketika Ia tanya, sambil pasang senyum termanisku.
" Oh ya Grace kenalin nih, mereka temen – temen di Club Basketku, mereka itu nggak percaya kalau kita bertemen, ini Bobby cowokku, itu Marlon, ini Angel ,itu Thessa, terus yang botak itu Tonny." Kata Metha. Lalu aku bersalaman dengan mereka satu per satu sambil memperkenalkan diri, padahal sih nggak perlu, pasti mereka sudah mengenalku, yaakan.....!
Dari mejaku Gebby tampak melambaikan tangannya kepadaku, seakan menyuruhku untuk segera kesana. Ohhh ternyata pesanan kami sudah datang, aku harus segera kembali, perutku benar – benar sudah lapar!
" eh Met, aku balik dulu yah pesananku dah dateng tuh, tinggal dulu yah, da... semua!" aku pun beranjak menuju mejaku. Gebby begitu lahap memakan pesanannya, mungkin ia lapar sekali sepertiku. Akupun duduk di kursiku, lalu dengan sigap melahap makanan yang kupesan, untung aku sudah berpesan pada Lestari bahwa kami mau makan di luar, jadi ia hanya masak untuknya saja.
Selesai meyantap makanan perutku sepertinya sudah begitu kenyang dan rasanya tak mungkin bila dijejali makanan lagi. Reflek, kusandarkan tubuhku di kursi sambil menarik nafas dalam – dalam. Huhhhh... ku arahkan pandanganku ke sebuah meja di depan sana, terlihat Metha dan teman – temannya. Mereka terlihat sedang berbincang – bincang, entah apa yang diperbincangkan mereka. Aku hanya tersenyum – senyum melihat mereka, ini mengingatkanku pada temen – temenku dulu waktu SMA. Tapi, Oups... ada sepasang mata yang begitu tajam menatap kearahku, milik siapakah mata elang itu? Kemudian tak bisa kuhindari lagi pandangan kamipun bertemu. Aku sempat terlarut sejenak dalam tatap matanya, tapi dengan sigap kualihkan pandanganku ke segelas es teh di depanku, kuraih dan kuteguk dengan tergesa – gesa. Siapa dia, ya pertanyaan itulah yang muncul dalam benakku saat itu. Aku tak menghiraukannya, langsung kuletakkan beberapa lembar uang, dan akupun pergi menuju ke parkiran. Kuluncurkan APV- ku di jalanan kota menuju rumahku.

~ " ~ " ~

Sebulan berlalu setelah kejadian itu. Aku sudah agak melupakan kejadian itu, tak pernah kuingat lagi. Bulan ini THE PHOENIX lagi break alias lagi cuti sampai tiga bulan untuk kegiatan manggung di luar kota, jadi aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk liburan di rumahku. Hitung – hitung menghemat uangku, jadi nggak seperti anggota THE PHOENIX yang lain, mereka liburan keluar negeri, kalau aku cukup shoping di Jakarta aja udah puas ko!
Suatu hari aku janjian sama tetangga baruku Metha, aku akan main ke rumahnya, yahh sambil silaturrahim lah! Selesai mandi aku langsung menuju ke rumahnya yang tidak jauh dari rumahku, jadi aku nggak usah pake mobil deh, cukup jalan kaki! Ku tekan bel yang ada di depan pintu rumahnya, kemudian munculah sesosok gadis yang tinggi semampai dari balik pintu dan mempersilahkan aku masuk. Tanpa basa – basi Metha membawaku ke kamarnya, risih juga sih masuk ke kamar orang lain, tapi kata Metha semua temen – temen cewenya selalu dibawa ke kamarnya kalau main ke rumah Metha. Aku sempet kaget melihat kamar cewe yang satu ini," bener – bener penggila basket!! " Kataku di dalam hati. Tapi semakin lama aku semakin terbiasa dengan keadaan kamarnya.
Tak terasa sudah empat jam aku berada di rumah Metha, saatnya aku pulang. Lalu Metha mengantarku pulang. Tapi ketika ia membuka pintu rumahnya, ada dua sosok Pria yang sedang berdiri di depan pintu. Pria yang memakai kaos hitam itu Bobby, cowok Metha aku melihat fotonya di pajang di kamar Metha, lalu siapa cowok yang memakai kaos Biru itu? Aku sepertinya pernah melihat cowok ini, tapi siapa? "Ah... mata ini! Aku sangat mengenal mata ini, ya.. ini kan..." tiba – tiba lamunanku terpecah oleh Metha.
" Eh..Grace, kenapa? kamu nggak lupa sama mereka kan? Mereka Bobby sama Marlon, masa kamu lupa sih!" tegur Metha kepadaku.
" Ohhh nggak pa – pa ko, iya aku inget mereka, temen kamu kan? ya udah aku pulang dulu yah, dah kelamaan nih main di rumah kamu, nggak enak sama tante, nitip salam aja yah!" jawabku.
" iya deh nanti aku sampein ke Mama, nggak usah dianter berani kannn?" kata Metha kepadaku. Aku hanya mengangguk, lalu pergi meninggalkan mereka menuju ke rumahku.
Sampai di rumah, aku langsung menuju ke kamarku. Kurebahkan tubuhku diatas ranjang biruku yang terasa begitu empuk, lalu kupejamkan mataku. Bayangan mata Elang yang tempo lalu kutemui, kembali terlintas di fikiranku. Sentak kubelalakan mataku. Ada apa sebenarnya? Aku ini kenapa? Ada apa dengan mata Elang itu? Kenapa selalu hilir mudik dalam fikiranku? Ahhh!!!!! Menyebalkan sekali harus dibayang – bayangi oleh mata Elang itu, tapi ternyata dia itu Marlon. 
Kokokan ayam jantan tetanggaku telah mengusirku dari mimpi dalam tidurku. Ahh...sudah pagi rupanya, aku langsung menuju ke kamar mandi lalu mencuci mukaku yang terlihat kusut ini karena semalaman tak bisa tidur memikirkan Sepasang Mata Elang. Setelah segar dibelai dinginnya air, aku menuju ke meja makan untuk sarapan. Ketika tengah menikmati nasi goreng buatan Lestari, Lestari memberitahuku bahwa persediaan bahan – bahan di kulkas sudah habis. Kalau diingat memang sudah dua minggu aku nggak belanja kebutuhan sehari – hariku, terpaksa deh hari ini aku harus membelinya. OK-lahh sambil jalan – jalan.
Mall yang siang itu terlihat begitu ramai membuatku agak penat, dengan tenagaku kudorong troley yang sudah penuh dengan belanjaanku. " Berat banget sihh, capek lagi huhhh!" kataku mengumpat dalam hati. Ketika melewati jejeran jajanan tak sengaja troleyku menabrak seseorang.
" Ehhh maaf...maaf, aku nggak sengaja maaf yah?" kataku sambil memunguti barang – barangnya yang terjatuh karena tertabrak olehku.
" ohh nggak pa – pa ko, emm kamu.... Grace kan? temennya Metha? Bener nggak sih?" tanyanya kepadaku. Ku arahkan wajahku kepadanya. "Ohhh my GOD!!! Si mata Elang, eh Marlon!" kataku dalam hati.
" ohh kamu.... Marlon kan? Temennya Metha juga kan? Ko ada disini, lagi ngapain?" Tanyaku sambil basa – basi.
" Ya yang kayak kamu liat, aku lagi...ya ginilah, oh ya Metha juga di sini ko, itu dia, heyy Met..Met!" jawabnya sambil memanggil Metha.
Metha memandang ke arah kami lalu berjalan menghampiri kami. Disusul Bobby yang mengekor di belakangnya sambil mendorong sebuah troley yang penuh dengan belanjaan Metha. Sepertinya memang belanjaanya Metha, karena isi troley itu hampir semuanya kebutuhan Wanita, nggak mungkin banget kan kalau itu belanjaanya Bobby?
" hai Grace!! Kamu lagi belanja juga, sama donk! Ko bisa yahh?kebetulan banget nih!! Kok sendirian, Gebby mana?" tanya Metha.
" iya nih lagi belanja, kalau Gebby lagi Les, dia kan mau ujian jadi nggak pa - palah aku yang belanja sendirian, kasian dia lagi sibuk! Lagian aku juga udah selesai ko, ini mau ke kasir!" jawabku sambil menunjukan belanjaanku.
" aku juga udah selesai, bareng yukkk?" ajaknya. Aku hanya manggut – manggut. Kemudian Metha mulai berjalan menuju kasir diikuti oleh ekornya. Oups.., Bobby maksudku, lalu Marlon pun menyusul dibelakang Bobby. Di belakang Marlon aku dengan susah payah mendorong Troleyku yang begitu berat. Langkahku tertinggal karena troleyku ini, tapi tiba – tiba aku menabrak sesuatu. Ahhh ternyata  menabrak Marlon lagi! kenapa dia berhenti? Tanpa banyak bicara ia menuju ke arahku dan menyodorkan keranjang biru yang berisi belanjaanya yang ya... sedikit lah. Aku tak tahu apa maksudnya, tapi aku menerimanya begitu saja. Kemudian Marlon kembali berjalan dengan mendorong troleyku yang super berat itu sampai di kasir. Aku agak heran melihatnya, lalu akupun menyusulnya.
" ahh capek juga yah belanja gini! Untung ada kamu Yang, aku nggak tahu gimana jadinya kalau nggak ada kamu?" kata Metha kapada Bobby. Sementara itu Bobby dan Marlon yang berjalan dibelakang kami, sambil membawakan belanjaan kami hanya  senyam – senyum kesal.
" oh.. berat yah Lon? sini biar ku bawa sendiri! Lagian aku mau naruh belanjaanku dulu di mobil, kalian mau pada makan kan?" tanyaku pada Si Mata Elang.
" ehh.. nggak pa – pa ko, tanggung biar kubawakan sampai ke mobil kamu!" jawabnya. Aku jadi nggak enak sama Marlon. Tapi mau diapain lagi. Sementara Metha dan Bobby menuju ke Restaurant, aku dan Marlon menuju ke mobilku di parkiran. Dalam perjalanan tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut kami. Dia memang Pria yang begitu dingin, tapi baik banget. Setelah menaruh belanjaan di mobilku, kamipun menyusul Bobby dan Metha.
Selesai makan, tiba – tiba Metha meminta Bobby mengantarnya kembali ke sebuah toko untuk membeli lotion. Bobby tak bisa menolak keinginan ceweknya itu, jadi aku dan Marlon kembali berdua. Kali ini Marlon agak Friendship jadi suasana antara kami berdua nggak kaku lagi. Kami pun mengobrol tentang banyak hal hingga akhirnya kami bertukar nomor Hp.
Waktu terasa begitu cepat berlalu saat itu. Akhirnya mau nggak mau salam perpisahan harus terucap. Kamipun pulang menuju ke rumah kami masing- masing. APV-ku juga melaju kencang di tengah jalanan Ibu Kota yang nampak ramai sore itu. Tetttttt ponselku berbunyi, ada seseorang yang sedang menghubungiku di seberang sana, ketika kuangkat ehhh malah dimatikan. Waktu kucek ternyata nomor Marlon. " usil juga yahh!" kataku dalam hati sambil tersenyum.
                                                      ~ " ~ " ~
Seminggu berlalu, aku dan Marlon sudah begitu akrab. Dia sering menghubungiku, entah apa nanti yang akan dibicarakan, atau sekedar basa – basi saja. Begitu juga aku, aku sering banget misscall nomornya, he...he...he usil banget yah aku ini. Sekarang dia seperti kakakku saja, umur kami memang beda 4 tahun jadi dimataku Marlon begitu dewasa. Entah bagaimana aku ini di matanya, katanya sih aku ini terkadang dalam beberapa hal kaya anak keci, tapi dalam hal lain aku seperti sudah dewasa. Yaa saat itu umurku memang baru 19 tahun, jadi kadang - kadang masih terbawa sifat anak SMA. Aku nggak ambil pusing dengan hal itu.
Suatu ketika, aku sedang menunggu giliran THE PHOENIX naik panggung. Para anggota THE PHOENIX sedang duduk di belakang panggung, tiba – tiba ponselku berbunyi. Aku berjalan menuju meja untuk mengangkat telfon. Kulihat,   ternyata Marlon," mengapa dia menelfonku? Ada apa?" itulah pertanyaan yang muncul di hatiku. Lalu kuangkat panggilan itu.  Oh my God...!! dia mengajakku pergi minggu ini. Kupikir – pikir minggu ini aku juga nggak ada jadwal manggung, akhirnya kuterima tawarannya itu, aku juga senang bisa jalan sama dia.
Pagi itu ku dengar ada suara mobil di depan rumahku, aku sudah tiak asing lagi dengan suara mobil ini. Yaa...Grey Ferary milik Marlon, ia sudah sering main ke rumahku. Aku langsung membuka pintu rumahku, lalu kupasang senyum termanisku untuk Si Mata Elang, iapun membalas senyumku dengan senyum dinginnya itu. Aku langsung membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam Grey Ferary miliknya. Tak lama kemudian, kami pun meluncur di padatnya jalanan Jakarta.
Ia memarkirkan mobilnya di depan sebuah restaurant mewah. Aku sangat tegang saat itu, entah apa yang ada di hatiku tapi aku merasakan sebuah gejolak yang hinggap di hatiku ketika bersama Marlon. Mungkin cinta, ya aku mengakuinya itulah yang aku rasakan setelah mengenal Marlon. Akupun merasakan bahwa Marlon juga menyimpan perasaan yang sama kepadaku. Bukannya aku GR, tapi itulah yang terjadi diantara kami. Aku sudah sering jalan sama Marlon tapi dia belum juga menyatakan perasaannya kepadaku, tapi tenang saja...,suatu hari aku yakin akan ada kepastian diantara kami.
Seharian aku jalan – jalan dengannya, aku sudah mulai mengenalnya, sifatnya, dan keluarganya. Hal yang terakhir inilah yang membuat aku minder, dia berasal dari keluarga kalangan atas. Ayahnya seorang pengusaha yang cukup terkenal di kalangannya, apalagi ibunya, ia seorang pengusaha salon yang sudah membuka berbagai cabang di Indonesia. Berbeda dengan kelurgaku yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Ketika mampir di sebuah pusat perbelanjaan, kami sempat di kejar – kejar oleh wartawan infotaiment, aku sih sudah terbiasa dengan hal itu, tapi nggak dengan Marlon. Ia begitu Paranoid melihat kamera wartawan, ia menggandeng tanganku lalu membawaku keluar menuju ke mobilnya. Huhhh!!!!! capek juga lari – lari dari kejaran wartawan. Karena hari mulai senja Marlon pun mengantarku pulang, hingga akhirnya kamipun berpisah.
Sejak kejadian itu media banyak yang memperbincangkan kami. Aku mulai risih dengan gosip yang mereka buat. Aku dibilang sebagai cewek komersil yang mendekati pebasket nasional yang kaya raya. Huhhhh mereka pikir aku ini apa!!! Sejak itu aku mulai nggak enak sama Marlon, padahal dia sih nggak ambil pusing dengan hal itu. Dia tahu aku deket sama dia sebelum aku mengenal latar belakang keluarganya, jadi aku nggak mungkin serendah itu di matanya. Aku agak tenang dengan kepercayaanya itu.
Suatu ketika, aku dan Marlon sedang makan di sebuah restaurant. Ada seorang wanita yang seumuran dengannya berjalan menghampiri kami, lalu menyapa kami. Marlon sempat terdiam sejenak melihat sosok wanita yang menghampiri kami, Marlon tak asing lagi dengan wanita itu, lalu memperkenalkannya kepadaku,
" oh iya Grace kenalin, ini Martha temen seangkatanku di club basket, Martha ini Grace." Katanya memperkenalkan kami.
" ohh ini yang namanya Grace ceweknya Marlon kan?" kata Martha sambil mengulurkan tangannya. Aku menyambut uluran tangannya, sambil tersenyum bingung mendengar pertanyaan Martha, begitu juga dengan Marlon. Bagaimana tidak, kami memang belum jadian. Aku dan Martha mulai akrab, sama seperti Marlon, Martha juga kelihatan begitu dewasa di mataku, tidak seperti aku yang masih kaya anak SMA. Sejak Martha datang Marlon lebih banyak diam, entah mengapa aku tak tahu. Marlon hanya sesekali menanggapi pembicaraan kami dengan senyum dinginnya itu.
Setelah kejadian itu, akupun langsung menemui Metha. Aku menceritakan kejadian itu kepadanya. Akupun tak tau mengapa aku menceritakan hal ini kepada Metha.
" hahhh!!! Martha balik, kamu beneran kan nggak bohong? " kata Metha mendengar ceritaku, ia memang terlihat terkejut, akupun bingung dengan reaksinya.
" iya kok, aku nggak bohong. Kamu kok terkejut gitu sih? Emangnya Martha itu siapa?" tanyaku penuh penasaran.
Metha menceritakan semua hal tentang Martha. Dari sinilah aku menjadi tahu siapa sebenarnya Martha. Aku juga agak terkejut mendengar cerita Metha tentang asal – usul Martha. Ya, Martha adalah mantan pacar Marlon, mereka putus karena Martha memutuskan untuk mengikuti pelatihan basket di Thailand. Mungkinkah Marlon masih menyimpan cintanya untuk Martha, kekasih yang pergi meninggalkannya itu. Jujur saja aku memang agak cemburu mendengarnya, tapi aku mencoba untuk percaya kepada perasaanku. Aku kagum banget sama Martha, dia bisa mengubah Marlon yang dulu suka bergonta – ganti pacar, menjadi seorang Marlon yang begitu setia. Aku agak bimbang, apakah aku ini orang yang bisa menggantikan Martha dihati Marlon?
Seminggu sudah setelah kejadian itu aku agak canggung ketika bersama Marlon. Entah mengapa rasanya ada yang aneh kalau yang berada di sisinya adalah aku. Di tambah lagi aku semakin sadar bahwa selama ini Marlon sering keliru memanggilku dengan sebutan "Tha", awalnya aku tak menghiraukan hal itu tapi setelah tahu yang dimaksud dengan "Tha" itu Martha aku jadi merasa salah tempat.

~ " ~ " ~

Suatu malam, Marlon memintaku menjadi pasangannya di pesta yang diadakan Club basketnya untuk menyambut kedatangan Timnya yang baru datang dari pelatihan di Thailand selama setahun. Entah mengapa aku tak bisa menolak permintaan Marlon. Dengan memakai gaun berwarna Gold Blue aku mendampinginya di pesta itu. Marlon kelihatan begitu bahagia ketika bertemu teman – teman lamanya. Sementara aku, aku begitu canggung dengan lingkungan ini. Aku seperti orang bodoh di tempat ini, semua orang membicarakan soal Basket, padahal aku benci benget sama yang namanya Basket. Aku nggak membenci olah raga, beberapa cabang olah raga aku kuasai, tapi untuk yang satu ini jangan ditanya. Sejak SMP aku selalu remidi untuk cabang yang satu ini. Rasanya membosankan sekali berada disini. Kulihat orang – orang di sekelilingku begitu sibuk. Metha nampak asyik ngobrol dengan angkatan tahun lalu, kalau Marlon aku tak tahu ia dimana, mungkin sedang menemui teman – temannya.
Aku berjalan melewati orang – orang yang asing bagiku. Kulihat wajah mereka satu per satu, tapi tak ada sosok wajah yang kucari. Kemudian aku keluar dari ruangan yang ramai itu. Ketika baru sampai di mulut pintu ada sesuatu yang membuat langkahku terhenti, membuat kupingku panas, membuat hatiku jengkel, dan membuat mataku ini ingin mengalirkan anak sungai meski akhirnya ku tahan saja.
" oh... jadi sekarang Grace yang jadi pengganti Martha?" ledek salah seorang teman Marlon di luar sana, tapi seperti biasa Marlon hanya menampakan senyum dinginya.
" kamu nggak salah pilih tuh, dia kan publik figur! Biasanya kalangan mereka itu matre – matre Man!!!" tambah seorang lagi, tapi tanpa membelaku Marlon hanya diam mendengar ejekan temannya itu.
" kalau dibandingin sama kamu Tha, dia tu beda jauh deh! Dia tu lebih mirip sama anak SMA, kalau kamu coba dewasa banget kan? Satu kalangan lagi....." kata salah seorang dari mereka yang tak aku kenal, belum selesai mereka merendahkanku, aku kembali masuk ke ruang pesta, dan menelfon Gebby untuk segera menjemputku. Beberapa saat kemudian Gebby datang menjemputku, tanpa pamit akupun pergi dari tempat yang memuakan itu.
Keesokan harinya ada satu pesan di HP-ku, ketika ku buka ternyata itu dari Marlon. Aku jadi lebih marah ketika membaca pesan darinya. Katanya ia sedang menungguku bersama teman – temannya di restaurant biasa. Entah aku ini kurang kapok atas perlakuan teman – teman Marlon atau kurang apa aku tetap menemuinya.
Sampai disana Marlon sudah menyadiakan sebuah bangku kosong untukku, aku benar – benar tersanjung, plus tegang... banget. Aku rasa Marlon berbeda dari biasanya, sampai aku berfikir kalau dia akan menyatakan perasaanya kepadaku. Setiap detik, setiap kesempatan aku menanti waktu yang kutunggu itu. Tapi tak kunjung datang juga. Aku malah dibuat terkejut dan kesal saat Martha dan teman – temannya menawarkan Marlon untuk Latihan di Thailand. Marlon memandang ke arahku sejenak lalu berkata.
" yaa boleh juga!!! Tapi fikir – fikir dulu yah, soalnya prosedurnya rumit banget kan?" itulah sepenggal kata yang terucap darinya.
Waktu terus berlalu, hingga akhirnya kami harus berpisah. Marlon mengantarku pulang. Dalam perjalanan tak sepatah katapun yang terucap dariku, aku hanya memandang jalanan yang agak sepi sore itu. Mungkin Marlon merasa aneh dengan sikapku itu.
" Grace kamu kenapa sih, kok dari tadi diem aja? Ada masalah atau lagi BT? Kenapa sih?" tanyanya kepadaku.
" lagi dua – duanya kenapa ?" jawabku dengan nada agak membentak karena sudah terlalu lama aku bersabar.
" kok marah – marah sih, jangan bentak – bentak gitu donk kaya anak kecil aja!!" bentaknya kepadaku. Mendengar perkataanya yang begitu kasar akupun tak mau kalah.
" emang salah yah kalau kaya anak kecil, aku memang kaya anak kecil terus kamu mau apa?" tambahku dengan nada yang lebih kasar.
" iya!! Salah banget, kamu itu harusnya bisa lebih dewasa lagi!! Kalau ada masalah cerita aja, nggak usah marah – marah kaya gini!!!"kata Marlon.
" kalaupun aku cerita sama kamu, kamu nggak bakalan bisa bantu tau nggak sih!!
" gimana bisa bantu kalau kamu marah – marah terus kaya gini, kenapa sih kamu kaya anak SMA aja!!"
" apa anak SMA!!! Kamu tuhh.." kata – kataku terhenti, aku benar – benar sudah tak tahan lagi, ini mengingatkanku pada perkataan temannya. Susana diantara kami begitu panas saat itu hingga akhirnya sampai juga di rumahku, aku langsung turun dari mobil lalu bergegas masuk ke dalam rumah tanpa mamperdulikan Marlon.
~ " ~ " ~
Malam itu aku termenung sendiri memikirkan nasib hubunganku dengan Marlon. Entah akan bagaimana keadaanya setelah kejadian tadi siang. Aku sengaja mematikan HP-ku, untuk saat ini aku hanya ingin sendiri dulu. Aku juga sudah berpesan kepada Lestari dan Gebby, apabila ada orang yang menelfon atau menemuiku, bilang saja kalau aku lagi show di luar kota, lagi manggung, atau apalah.
Gebby sempat mengatakan bahwa Marlon sudah berkali – kali menelfonku, lalu Methapun tak mau kalah, ia juga sudah berkali – kali mampir ke rumahku. Aku juga sebenarnya nggak mau terus – terusan menghindar dari mereka, tapi aku butuh waktu untuk nenangin hatiku ini.
Empat hari kemudian HP kuaktifkan lagi, ada tiga pesan diterima, sewaktu kubuka semuanya dari Marlon. Semuanya berisi permohonan maaf darinya. Aku agak kasihan dengannya, tapi tetap saja aku belum siap untuk itu.
Rasanya bosan juga berada di rumah seharian seperti ini, sepertinya aku harus jalan – jalan nih. Ku putuskan untuk jalan – jalan ke Mall. Secepat kilat aku meluncurkan mobilku ke jalanan. Huhhh kangen juga sama suasana kota, kayaknya aku udah terlalu lama bersembunyi di kesunyian. Sampai di mall, aku bingung mau ngapain dan mau kemana. Kupasrahkan saja kamana kakiku akan membawaku berjalan.
Ketika aku tengah melihat etalase sebuah toko yang begitu indah, tiba – tiba ada seorang pria berperawakan tinggi memegang tanganku dan membawaku ke sebuah tempat yang agak sepi. Ohhh tidak!! Ternyata dia Marlon, mau apa dia kesini? Jantungku berdebar kencang sekali saat itu.
" Grace aku udah bener – bener bersabar untuk masalah kita ini!! Tapi kamu malah terus – terusan menghindar kaya gini! Aku kan udah minta maaf, kamu mau aku ngapain lagi sih ?" tanyanya kepadaku.
" Marlon!!kamu ini apa –apaan sih, ini tempat umum, sadar nggak sih!! Orang – orang bakal memperhatiin kita, kamu nggak malu apa?" jawabku.
" OK!! Aku memang salah, tapi ini satu – satunya kesempatan aku buat ngomong sama kamu, aku udah nyoba ngomong baik – baik sama kamu tapi nggak ada tanggapan kan?"
" terus mau kamu apa, Hehh! Kamu pikir kamu itu siapa, kakak bukan, cowok bukan, kamu malah seenaknya bentak – bentak aku!" kataku membentaknya.
" jadi gini, terus maksud kamu deket sama aku apa? Jadi seorang Grace kaya gini, jangan – jangan apa yang dikatain orang – orang tentang kamu bener yah? Aku nggak nyangka kalau....!!" perkatanya terputus oleh ucapanku.
" apa? kamu mau ngomong kalau aku ini cewek matre. Ternyata kamu sama aja kaya mereka, kaya temen – temen kamu yang nggak punya sopan satun itu, mereka nggak bisa jaga omongan mereka!!" bentakku.
" hey!! kamu memang artis besar tapi jangan fikir kalau kamu bisa menghina temen – temen aku, mereka itu nggak kaya kamu tau nggak!!"
" yaa aku emang beda sama mereka, aku memang beda sama Martha mantan cewek kamu itu, aku memang dari kalangan miskin nggak kaya mereka atau kamu! Aku memang kaya anak SMA, aku memang nggak ngerti apa – apa tentang basket nggak kaya kamu dan temen – temen kamu, aku sama kamu memang udah beda sejak awal jadi lebih baik kamu pergi aja deh, nggak usah deket – deket aku lagi, cukup sampai disini aja!! kamu nggak takut apa sama yang dikatakan temen kamu kalau aku bakal meres harta kamu!!"
Marlon hanya terdiam mendengar ucapanku itu, mungkin dia kaget mengapa aku bisa tahu kalau Martha adalah mantan ceweknya. Apalagi aku sampai tahu kalau teman – temannya tidak senang dengan hubungan kami.
" kenapa? Kamu kaget aku bisa tahu semuanya!! Kamu pikir aku ini anak kecil yang nggak tahu apa – apa! Aku memang kayak anak kecil, nggak kaya Martha yang dewasa banget, aku nggak bisa kaya dia jadi mendingan kamu balik aja sama dia!!"
Sehabis aku mengatakan itu aku langsung pergi meninggalkannya sendiri. Aku bener – bener emosi saat itu, ditambah dengan perkataanya kepadaku itu, aku nggak terima kalau dikatain cewek matre. Aku memang berasal dari keluarga kalangan menengah, tapi aku nggak serendah itu!!

~ " ~ " ~

Aku bener – bener terpukul dengan kejadian itu. Gara – gara kejadian itu perfomance- ku jadi berantakan di atas panggung. Aku nggak tau akan jadi bagaimana hubungan kami nanti. Sejak kejadian itu aku belum pernah berhubungan dengan Marlon. Ia sudah tak pernah menelfonku lagi, tak pernah main kerumah lagi.
Suatu hari aku memutuskan untuk mencari kabar Marlon dari Metha, jadi siang itu aku pergi ke rumahnya. Sampai disana kulihat ada beberapa koper ukuran besar terjejer di depan rumahnya, aku bertanya – tanya dalam hati " siapa yang akan pergi?". Baru beberapa melangkahkan kaki, aku melihat Metha yang nampak rapi dan cantik keluar bersama kaluarganya. Metha nampak berpamitan dengan mereka seolah – olah ia akan pergi jauh untuk waktu yang lama.
" ehh Grace, kamu udah dari tadi disini yah? Kok kamu nggak ke bandara buat ngantar Marlon, kita kan mau ke Thailand hari ini, Marlon udah ceritakan sama kamu kalau kami mau latihan disana selama setahun!!"katanya. Aku ingin pingsan sekali saat itu, tubuhku terasa lemas sekali mendengar mereka akan pergi. Tapi meski begitu aku masih berusaha tegar dihadapanya.
" ohh iya, aku kesini juga mau minta maaf sama kamu, kalau aku nggak bisa ngantar kamu soalnya aku ada show di Bali hari ini, maaf yah?" kataku mencari alasan.
" ya udah lah nggak apa, aku pikiir Marlon nggak bakal ikut, tapi nggak tau kenapa tiba – tiba ia jadi ikut, makasih ya Grace kamu udah membujuk dia buat mansukseskan tim basket kita!" katanya. Aku kaget mendengar hal itu, ternyata Marlon belum menceritakan kejadian siang itu kepada Metha. Dengan hati yang begitu sakit, aku kembali ke rumahku.
Malam ini terasa begitu sepi, entah mengapa aku merasa begini. Aku merasa akulah orang yang paling kesepian di tengah kota yang ramai ini. Marlon kamu udah sampai belum? Jujur aku rindu banget sama dia, apakah dia juga merindukanku. Ahh pasti nggak, udah ada Martha di sisinya, dia nggak bakalan inget sama aku. Nasibku menyedihkan sekali. Marlon tiba – tiba datang mengisi hariku, menghias setiap detik kehidupanku, tapi ia juga pergi meninggalkan aku sendirian begitu saja bersama mimpi yang nggak mungkin tergapai.
Inilah kehidupan, pasang surutnya tak bisa ditebak. Mungkin inilah yang terbaik untukku dan Marlon. Sejak awal kami memang berbeda, jadi aku tak perlu menyalahkan perbedaan ini. Marlon telah pergi mengejar mimpinya. Sedang aku, aku juga akan mengejar mimpiku sendiri. Mimpi yang telah lama aku inginkan, aku tak boleh terus terpuruk dalam kesedihan yang tak berujung ini, aku harus segera bangkit. Bukankah itu yang dilakukan Marlon, aku tak mau kalah dengannya. Aku tak tau apa yang akan terjadi nanti, cinta kami memang tak terikat oleh status pacaran, tak terikat jarak, tak terikat tempat, ataupun waktu, yang pasti cinta ini tetap terkenang dalam hatiku. Apakah aku akan bertemu dengannya lagi? Entahlah, saat ini aku akan terus bertahan, mengejar mimpiku, dan membahagiakan keluargaku. Aku tak pernah tahu, perbedaan inilah yang memisahkan aku dengannya. Aku tak akan menyesali apa yang terjadi ini, kini THE PHOENIX mulai sibuk lagi. Thanks Marlon, kamu bener – bener memberi kenangan indah 3 bulan ini, aku nggak akan melupakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar